Kebahagiaan adalah target
utama dalam membina rumah tangga. Bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. Apa
gunanya menikah dan membangun keluarga, tetapi yang ada hanyalah terasa sesak
dada, sengsara penuh derita, dan diri menjadi terpuruk. Justru fitrah manusia
itu sesuai dengan fitrah pernikahan yaitu sebagai muara kebahagiaan dan
ketenangan hidup.
Siapapun yang membnagun
rumah tangga, kaya ataupun miskin, pejabat maupun rakyat, gubernur atau abang
bajigur, semuanya adalah berangkat terhadap satu tujuan yaitu mencapai
kehidupan yang layak dan membahagiakan. Bagi kita keluarga muslim, selayaknya
tujuan hidup difokuskan pada tujuan ukhrawi (akhirat) karena tiada manfaat jika
di dunia kita senang tapi di akhirat malah sengsara. Baiknya, di dunia kita
senang dan bahagia, di akhirat kita bersuka cita meraih surga.
Pada kenyataannya, ada
empat tipe keluarga yang bisa kita pelajari dan teladani atau hindari.
Pertama, tipe keluarga
Abu Lahab. Keluarga Abu Lahab adalah tipe keluarga yang paling buruk. Pasalnya,
suami dan istri, keduanya berada di dalam kemaksiatan kepada Allah. Suami
tukang judi, istri pengedar ekstasi. Suami tidak pernah shalat, istri tukang
ngumpat. Suami pendusta, istri tukang zina. Na’udzubillah min dzalik. Keluarga
tipe ini bukanlah keluarga yang patut kita teladani.
Kedua, tipe keluarga
Fir’aun. Suaminya ahli maksiat, istrinya ahli taat. Tipe masih mendingan
dibanding dengan tipe pertama karena istrinya dipastikan masuk serga tetapi
suami masuk neraka. Namun, apakah sudi suami Anda menjadi nahli neraka
sedangkan Anda senang-senang dalam kebahagiaan akhirat (surga)? Saya kira,
tidak. Tidak ada istri yang menginginkan suaminya celaka. Jika ada, inilah
istri yang buruk di mata agama dan sesama. Maka, ikhtiar meluruskan dan
mengarahkan suami yang tidak taat kepada Allah menjadi suat hal yang sangat
wajib bagi istri. Ketika sudah berikhtiar, hasilnya serahkan kepada Allah.
Istri akan terlepas dari dosa tetang hal ini.
Ketiga, tipe keluarga
Nabi Nuh a.s.. Suaminya ahli ibadah, istrinya ahli bid’ah. Suaminya muwahhid
(ahli tauhid), istri musyrikah (ahli syirik). Suami masuk surga, istri ke
neraka. Sudikah pula Anda, wahai para suami, melihat istri berada dalam
kesengsaraan dan siksa Allah? Jawabnnya harus tidak. Jika tidak “tidak” berarti
Anda adalah suami egois. Dan, suami seperti inilah yang nanti akan diminta
pertanggungjawaban atas keteledorannya membiarkan istri dalam kemaksiatan dan
kemusyrikan. Kecuali jika Anda sudah berusaha, kemudian istri Anda tidak pula
berubah, maka Anda tidak didakwa oleh Allah kelak di akhirat layaknya Nabi Nuh
a.s..
Keempat, tipe keluarga
Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Muhammad saw.. Suami dan isri keduanya adalah ahli
taat, ahli ibadah, ahli tauhid, ahli sedekah, ahli shalat. Mereka berdua
senantiasa saling memerhatikan dan memberi arahan takut-takut terjerembab ke
dalam lubang maksiat. Sekali mereka terjerumus ke lembah dosa dan maksiat,
mereka segera beristigfar dan meninggalkan dosa yang dikerjakannya. Tobat
dengan tobat yang sebenarnya (taubatan nashuha).
Sahabat muslim yang taat,
mau memilih tipe yang mana kita? saya yakin, tidak ada pilihan jitu kecuali
memilih tipe keluarga yang keempat. Menjadi keluarga selayak keluarga Nabi
Ibrahim a.s. dan Nabi Muhammad saw.. Oleh karena itu, mari sama-sama berjuang
membangun keluarga SAMARA (sakinah, mawaddah, rahmah) sepanang masa.
Kiat-kiatnya, (1) menjadi
keluarga berilmu, (2) menjadi keluarga yang menyesuaikan amal dengan ilmu, (3)
menjadi keluarga yang saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran, dan (4)
menjadi keluarga yang senantiasa syukur dan sabar menyikapi kehidupan.
0 komentar:
Posting Komentar