الدُّنْيَا
مَتَاعٌ، وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ (رواه مسلم)
“Dunia adalah
perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita sholihah.” (HR. Muslim)
Ada seorang
ibu yang memiliki kehidupan mapan, anak-anak cerdas dan patuh, suami enggak
neko-neko, tapi kenapa ya masih saja galau? Selalu saja ada kata-kata pedas
yang keluar darinya setiap hari. Setelah puas melontarkan kata-kata makian, ibu
itu berubah jadi pihak yang paling teraniaya. Terus maunya apa? Bingung.
Korbannya siapa lagi jika bukan anak-anak dan suaminya. Sekilas, orang lain
memandangnya bahagia. Impian semua wanita gitu. Enggak perlu repot-repot kerja
keras, anak-anak cerdas dan membanggakan, pun suami yang enggak macam-macam.
Tapi kenapa Ibu tadi masih merasa kurang? Selalu saja ada yang salah di
matanya. Jadi meskipun memiliki segalanya, ibu tersebut merasa tidak bahagia.
Miris.
Sementara itu
di tempat yang berlainan, ada seorang istri yang masih harus berjuang banyak
hal, ikut mencari nafkah agar kebutuhan tercukupi, serta masih harus mengurus
anak-anak sendiri tanpa ART, yang ternyata merasa sangat bahagia dan menikmati
kesibukannya. Sekilas orang lain memandangnya kasihan, tapi nyatanya ibu itu
bahagia.
Bahagia memang
ada di hati, bukan ada di tampilan luar dan kata orang.
Sahabat
Buletin Santri, salah satu kunci kebahagiaan rumah tangga adalah adanya rasa
syukur: perbanyak syukur, minimalisir tuntutan & teruslah berusaha. Sabar,
syukur, ikhlas.
Jika seorang
istri pandai bersyukur, suami tenang, anak-anak aman, dan rumah terasa lapang.
Pun sebaliknya, jika rasa syukur tidak ada, rumah yang megah pun akan serasa
sempit karena hati dan pikiran yang tidak pernah terpuaskan.
Lalu, apa saja
indikator seorang istri bersyukur? Beberapa hal sederhana di bawah ini bisa
menjadi tandanya.
1. Tidak mengungkit kebaikan dirinya
"Kalau bukan karena aku ..."
"Aku udah ngurusin anak-anak ..."
Dan kata-kata serupa yang seolah minta bayaran. Anak pun akan
merasa terluka jika ibunya sering berkata seperti itu. Allah tidak akan
menyia-nyiakan siapa pun yang berbuat baik. Allah tahu siapa yang modus,
mengharap pujian, dan yang tulus. Istri yang pandai bersyukur akan selalu
percaya dengan janji Allah. Percaya bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakannya.
2. Tidak merasa paling berkorban
"Dulu kan sebenarnya mama diterima di anu, nikah sama papamu
sih," dikit, tapi nancep.
Jadi
menyesal menikah dan punya anak?
Istri yang pandai bersyukur tidak akan merasa dirinya paling
banyak berkorban karena dia melakukan semuanya dengan senang hati, bukan
sekadar kewajiban semata.
3. Tidak mengungkit-ungkit perjuangannya terus-terusan di depan
orang-orang hanya agar mendapat decak kagum
"Jadi dulu itu ya awal aku nikah deuh rumah cuma
sepetak, makan sepiring berdua, dll. Kamu sih enak ya ...," nah.
Buat apa cerita terus-menerus seperti itu kemudian
membandingkan dan menyalahkan pasangan suami istri yang enggak gitu kalau
tujuannya bukan untuk "ini lhoh guee, nihh,"
Padahal setiap pasutri pasti memiliki perjuangannya
masing-masing. Ada yang enggak perlu repot-repot berjuang finansial, tapi
berjuang masalah anak. Ada yang enggak berjuang masalah anak karena langsung diberi,
tapi berjuang di hal yang lain. Nah. Emang situ aja yang berjuang. Enggak, kan.
Istri yang pandai bersyukur tidak akan lebay. Dia paham bahwa
setiap pasutri pasti berjuang, pun dirinya dan suami. Selama perjuangan itu
dilakukan dengan orang yang dicintai (pasangan hidup), ya seruu ajaa, nikmati
aja, enggak perlu ngeluh atau membandingkan apalagi merasa paling kuat atau
hebat.
4. Menjaga martabat suami di depan orang lain
Suami adalah pakaian istri dan istri adalah pakaian suami.
Keduanya harus saling menjaga aib masing-masing, bukan sebaliknya.
"Dia dulu kan flamboyan. Untung nikah sama aku,"
apa perlu seperti itu?
Istri yang pandai bersyukur akan menerima semua masa lalu
suami dan tidak akan menggunakan masa lalu suami yang mungkin kelam sebagai
bahan olokan di depan publik.
5. Menghargai usaha suami
Orang bijak bilang tidak ada yang namanya kegagalan, yang ada
adalah belajar.
Ada kalanya usaha suami belum berhasil. Di saat itulah peran
istri sangat sangat diperlukan. Kalimat seperti, "Gagal lagi gagal lagi.
Gagal mulu sih, Bang!" adalah kalimat yang tidak sepantasnya keluar dari
mulut sang istri meskipun maksudnya untuk memotivasi.
Tidak harus dengan menusuk dan menyakiti kan memotivasi
pasangan itu?
Istri yang pandai bersyukur akan paham bahwa yang namanya
usaha itu enggak selamanya lancar. Saat usahanya melambung, bersyukur. Saat
usaha suaminy menurun, bersabar dan mengevaluasi.
6. Jauh dari mindset istri aja yang menderita
Menikah adalah kesepakatan bersama. Toh wanita sangat berhak
menolak laki-laki yang mencintainya jika dia tidak cinta. Jadi kalau memang
menikah adalah kesepakatan berdua, kenapa salah satunya selalu merasa jadi
pihak yang terzolimi. Lha dulu kenapa mau? Kenapa bahagia sekali berada di
posisi sebagai korban. Kalau toh tidak ada kecocokan bisa pisah baik-baik
daripada bersama tapi selalu merasa jadi pihak yang teraniaya.
Dan istri yang pandai bersyukur tidak akan bahagia
memposisikan dirinya sebagai pihak yang paling menderita. Dia jauhi mindset
merusak seperti itu.
إِنِّي
رَأَيْتُ الجَنَّةَ، أَوْ أُرِيتُ الجَنَّةَ، فَتَنَاوَلْتُ مِنْهَا عُنْقُودًا،
وَلَوْ أَخَذْتُهُ لَأَكَلْتُمْ مِنْهُ مَا بَقِيَتِ الدُّنْيَا، وَرَأَيْتُ
النَّارَ، فَلَمْ أَرَ كَاليَوْمِ مَنْظَرًا قَطُّ، وَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا
النِّسَاءَ» قَالُوا: لِمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «بِكُفْرِهِنَّ» قِيلَ:
يَكْفُرْنَ بِاللَّهِ؟ قَالَ: " يَكْفُرْنَ العَشِيرَ، وَيَكْفُرْنَ
الإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ
شَيْئًا، قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ (رواه البخارى و مسلم)
"Aku melihat neraka. Aku belum pernah sama sekali melihat
pemandangan seperti hari ini. Dan aku lihat ternyata mayoritas penghuninya
adalah para wanita.” Mereka bertanya, “Kenapa para wanita menjadi mayoritas
penghuni neraka, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Disebabkan kekufuran
mereka.” Ada yang bertanya kepada beliau, “Apakah para wanita itu kufur kepada
Allah?” Beliau menjawab, “Tidak, melainkan mereka kufur kepada suami dan
mengkufuri kebaikan suami. Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang
istri kalian pada suatu waktu, kemudian suatu saat ia melihat darimu ada
sesuatu yang tidak berkenan di hatinya niscaya ia akan berkata, ‘Aku sama
sekali belum pernah melihat kebaikan darimu’.” (HR. Bukhari no. 5197 dan Muslim
no. 907)
Semoga kita
bisa menjadi istri yang penuh syukur. Istri sholehah penyejuk keluarga. Aamiin.
0 komentar:
Posting Komentar