Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang lebih
terkenal dengan Imam Hanafi adalah salah seorang ulama’ terkenal dan termasuk
imam madzhab dunia. Suatu hari beliau bertemu seorang anak kecil miskin yang sedang
berjalan memakai sepatu yang terbuat dari kayu.
“Hati-hati Nak, dengan sepatu kayumu itu,
jangan sampai Engkau tergelincir”, kata Imam Hanafi menasehati. Sang bocahpun
tersenyum dan bertanya, “Tuan bolehkah saya tahu namamu?”. “Nu’man”, jawab sang
imam. “Jadi, tuan lah yang selama ini terkenal dengan al-imam al-a’dham (imam
agung) itu?”, jawab sang bocah menimpali.
“Nak, bukan aku yang menyematkan gelar itu,
melainkan masyarakatlah yang berprasangka baik dan meyematkan gelar baik itu
kepadaku”, jawab Imam Hanafi.
“Wahai Sang Imam, hati-hati dengan gelarmu itu.
Jangan sampai tuan tergelincir ke neraka gara-gara dia. Sepatu kayuku ini
mungkin hanya menggelincirkanku di dunia. Tapi gelarmu itu dapat
menjerumuskanmu ke kubangan api yang kekal jika kesombongan dan keangkuhan
menyertainya”, kata anak kecil yang memakai sepatu kayu tersebut.
Imam Hanafi pun menangis. Beliau merasa
bersyukur masih ada yang mengingatkannya. Bahkan tidak disangka-sangka
peringatan itu datang dari lidah anak kecil yang polos.
Dari cerita singkat di atas, kita dapat
mengambil tiga hal yang dapat kita jadikan pelajaran.
1.
Meskipun Imam Hanafi seorang ulama yang terkenal,beliau tidak
merasa tinggi hati dan sombong. Beliau tetap menerima nasehat dan kritikan dari
siapapun. Bahkan anak kecil sekalipun.
2.
Beliau menyadari bahwa gelar yang disandangnya itu akan dimintai
oleh Yang Maha Kuasa nanti di hari kiamat. Sehingga jangan sampai terbuai oleh
gelar dan pangkat.
3.
Gelar dan jabatan yang tinggi tidak menjamin keselamatan seseorang
di akhirat. Bisa jadi dengan gelar dan jabatan tersebut, justru seseorang dapat
terjerumus lembah hita gara-gara hal tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar